Mitos Gunung Lawu
Kalau berbicara mengenai Gunung Lawu kita tidak akan
terlepas dengan cerita –cerita mitos yang terjadi disana, Gunung Lawu yang
merupakan salah satu dari tujuh puncak tertinggi di pulau Jawa (Seven Summits
of Java) ini memang menyimpan banyak misteri.
Bukan hanya menjadi tujuan pendakian para pendaki dan
pecinta alam, gunung Lawu juga menjadi tempat orang – orang berkepercayaan
kejawen melakukan ritual, sehingga gunung ini termasuk salah satu gunung yang
ramai pengunjung.
Bila sudah berbicara mengenai mitos maka yang paling sering
dibicarakan mengenai Gunung Lawu adalah adanya burung jaak yang sering memandu
perjalanan para pendaki, namun sebelum berbicara mengenai burung tersebut
ternyata jalak ini memiliki latar belakang yang berhubungan dengan raja
terakhair Majapahit yaitu Raden Brawijaya V.
Alkisah diceritakan karena kerajaan majapahit yang merupakan
kerajaan budha mulai mengalami kemunduran, maka Raden Patah yang tidak lain adalah
anak dari Raden Brawijaya mendirikan sebuah kerajaan islam di Demak. Raden Patah
pun berkeinginan untuk mengislamkan Prabu Brawijaya.
Karena hal ini Prabu Brawijaya mulai gusar, maka untuk
menenangkan hati dan menemukan jawaban atas masalah ini, suatu malam Prabu
Brawijaya meminta petunjuk pada Yang Maha Kuasa dengan cara bersemedi. Bukan
mendapatkan jawaban yang membesarkan hatinya namun Prabu Brawijaya malah
memperoleh pesan yang mengatakan bahwa sudah saatnya Majapahit memudar
cahayanya dan wahyu kedaton berpindah ke Demak.
Karena wangsit tersebutah malam itu juga Prabu Brawijaya
meninggalkan kerajaannya disetai dengan penasehat setianya Sabdo Palon dan Noyo Genggong. Kepergian ini juga disebabkan
sang prabu tidak ingin terjadi perang antara Prabu Brawijaya dan Raden Patah
yang memiliki hubungan ayah dan anak.
Dalam pelarian tersebut, Prabu Brawijaya sempat mendirikan
Candi Sukuh di daerah Karanganyar namun belum selesai mendirikan candi ini
prabu Brawijaya harus meninggakan Karanganyar karena keberadaannya diketahui
oleh pengejar dari demak.
Adipati Cepu dan Prabu Brawijaya V
Setelah dari Karanganyar Prabu Brawijaya sampai di daerah
lawu dan mendirikan lagi sebuah candi yang disebut Candi Cetho, kali ini pun
Raden Braijaya gagal untuk menyelesaikannya, bukan karena kejaran oleh orang - orang
demak namun karena sang prabu diketahui oleh Adipati Cepu memasuki wilayahnya,
Adipati Cepu yang masih memendam dendam lama kepada Prabu Brawijaya pun mulai
mengejarnya dan ingin membunuhnya.
Peristiwa inilah yang menyebabkan Sang Prabu Brawijaya amat jengkel
dan kesal terhadap Adipati Cepu, yang akhirnya mengemukakan sumpah serapah yang
menyatakan bahwa
Bilmana didapati orang – orang yang berasal dari daerah Cepu
atau orang – orang keturunan langsung dari Adipati Cepu pergi naik ke Gunung
Lawu maka akan mengalami celaka bahkan bisa meninggal.
Konon hal ini masih dipercaya orang – orang cepu hingga saat
ini, sehingga orang – orang cepu menjadikan pantangan melakukan pendakian ke
gunung Lawu karena dipercaya dapat mengalami celaka.
Sumpah Sapdo Palon Dan Noyo Genggong
Pada saat Prabu Barawijaya memutuskan untuk muksa
(musnah/lenyap) beliau bertemu dengan dua orang sesepuh di wilayah lereng gunung
Lawu. Mereka berdua adalah Dipo manggala dan saudara mudanya Wangsa Manggala,
kedua sesepuh inilah yang pada akhirnya mengantarkan/menunjukkan tempat muksa
yang dirasa tepat.
Singkat cerita Prabu Brawijaya V melubur raga dan sukmanya menjadi
satu (muksa) di pucak Hargo Dumilah diikuti dengan kedua penasehatny Sapdo
Palon dan Noyo Genggong di puncak Hargo Dumiling. Sebelum sukma kedua penasehat
ini berjanji akan kembali ke dunia, dengan ditandai berbagai tanda seperti
meletusnya Gunung Merapi hingga terbelah menjadi dua pada kawahnya serta tersambungnya
pulau Jawa dan Pulau Madura.
Sunan Lawu dan Kyai Jalak
Sebelum Muksa Prabu Brawiaya berujar kepada kedua sesepuh
yang mengantarnya yaitu Dipo Manggaa dan Wangsa Manggala. Jika kelak raga mereka telah
mati, Dipo Menggala diangkat menjadi pemimpin para makhluk gaib di gunung Lawu yang dikenal dengan sebutan Sunan Lawu.
Sedangkan Wangsa Manggala menjadi patihnya yang dikenal dengan sebuatan Kyai
Jalak.
![]() |
Jalak Lawu |
Konon burung jalak yang sering terlihat oleh para pendaki di
Gunung Lawu adalah jelmaan dari kyai jalak, kyai jalak akan memandu para
pendaki dalam perjalananya, namun apabila pendaki tersebut memiliki niat buruk
atau berperilaku buruk maka kyai jalak bisa membuatnya tersesat.
Ada juga yang mengatakan bila kita tersesat dan melihat
burung jalak maka ikutilah namun bila kita yakin dan tidak tersesat jangan
pernah mengikuti jalak ini.
Sebaikknya para pendaki tidak mengganggu jalak ini, terlepas
dari mitos yang beredar, kita memang tidak seharusnya mengganggu makhluk hidup
lain.
0 Comments